Menggapai Produksi Minyak 1 Juta Barel dengan Greendiesel TDO minyak sawit

Print Friendly, PDF & Email

Indonesia, bersama Malaysia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia saat ini. Tidak kurang dari 47,8 juta ton minyak sawit dihasilkan dari  pabrik pengolahan minyak sawit Indonesia. Namun sayangnya,  pemanfaatannya belum optimal dilakukan . Saat ini, pangsa pasar, minyak sawit di dalam negeri hanya berkisar 27%, sementara potensi pangsa pasar ekspor mencapai 73%. Dan sulitnya , saat ini Indonesia menghadapi tantangan di mana komoditas minyak sawit dan produk turunannya tidak lagi bisa diekspor karena adanya isu deforestrasi yang masih disuarakan negara–negara Eropa

Upaya pemanfaatan minyak sawit,  sebenarnya sudah lama dilakukan di Indonesia. Salah satunya dengan memanfaatkan minyak sawit sebagai bahan baku pembuatan biodiesel atau FAME. Saat ini di Indonesia produk biodiesel telah digunakan sebagai produk campuran pada bahan bakar Solar dengan porsi 30% volume (B30). Bahkan saat ini pemerintah tengah melakukan tes dan uji coba biosolar B40. Mandatori kebijakan Produk B30 diharapkan dapat menghemat devisa dari impor migas hingga 8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 112,8 triliun (kurs Rp 14.000).

Tantangan Pengembangan Produk Biodiesel 

Meningkatnya penggunaan biodiesel sebagai campuran bahan bakar Solar,  diharapkan dapat menyerap kelebihan pasokan minyak sawit dalam negeri. Namun di sisi lain, potensi pemanfaatan  biodisel menghadapi beberapa kendala dan tantangan.

Biodiesel yang dibuat melalui proses kimia -proses Transesterifikasi-, di satu sisi memiliki kelebihan dibandingkan bahan bakar Solar, namun di sisi lain juga memiliki kekurangan. Misalnya, sifat stabilitas oksidasi rendah, rentan terhadap suhu dingin dan mudah menyerap air dan membentuk endapan. Kelemahan sifat fisik ini, akan berpengaruh, pada proses pembakaran dalam mesin diesel. Oleh sebab itu, pemakaian biodiesel sebagai bahan campuran bahan bakar Solar dengan kadar tinggi, di atas 30% volume, masih dikaji secara mendalam lagi.

Produk Greendiesel Sebagai Subtitusi Bahan Bakar Solar Masa Depan

Sebagai upaya pemanfaatan minyak sawit lebih optimal, Pemerintah juga menjajagi pengembangan potensi produk bioenergi lainnya yakni produk Hydrotreated Vegetable Oil (HVO), greendiesel atau disebut juga D100. Produk greendiesel D100 diproduksi dalam kilang Greenrefinery, melalui proses hydrodeoxygenation (HDO). Proses ini adalah proses untuk menghilangkan kontaminan dalam minyak nabati – utamanya kontaminan oksigen,- menggunakan gas hidrogen, sehingga produk greendiesel yang dihasilkan, hanya senyawa hidrokarbon.Gas hidrogen berperan juga untuk mendesain ikatan rantai tunggal suatu senyawa, sehingga membuat produk greendiesel lebih stabil. 

Selain gas hydrogen, teknik ini membutuhkan katalis logam mahal  seperti kobalt, molybdenum, atau platina.  Berbeda dengan biodiesel, greendisel D100 hanya memiliki struktur senyawa hidrokarbon, mirip Solar dari minyak bumi. Dan bahkan produk ini,  memiliki mutu lebih baik dari Solar minyak bumi. Tidak heran, produk ini dapat dipakai sebagai bahan campuran Solar dan bahkan dapat digunakan secara murni sebagai bahan bakar kendaraan tanpa campuran bahan bakar apapun.


Namun masalahnya, pembuatan  greendiesel Teknik HVO, membutuhkan investasi yang besar . Hal ini yang menyebabkan, pembangunan kilang greenrefinery belum menjadi opsi favorit. Pembuatan produk greendiesel D100, membutuhkan suhu dan tekanan tinggi serta gas hydrogen 10 kali lebih banyak, dibandingkan kebutuhan hidrogen pembuatan Solar di kilang konvensional. Ditambah lagi , proses ini membutuhkan katalis logam mahal dan menghasilkan panas dalam reactor. Berdasarkan perhitungan analis, desain alat proses reaktor menyerap sekitar 29% modal pembangunan kilang greenrefinery. Secara umum prediksi perbandingan ongkos produksi pembuatan produk greendiesel D100, biodiesel dan BBM Solar minyak bumi, dapat dilihat pada grafik berikut:

Prospek Pembuatan Greendiesel dari minyak sawit Tanpa Hidrogen & Tanpa Katalis via Teknik Thermal Deoxygenation (TDO).

Sebenarnya, ada satu opsi menarik, sebagai solusi, untuk membuat greendiesel dari minyak sawit dengan ongkos produksi yang lebih murah dan sederhana. Metoda ini dikenal sebagai Teknik Thermal Deoxygenation (TDO). Teknik ini sesungguhnya sudah lama digunakan untuk membuat bahan bakar dari minyak nabati. Namun riset yang lebih komprehensif, dilakukan oleh Prof . Thomas Willner dkk, dari Hamburg University, Jerman.

Pada dasarnya teknik TDO, memiliki kesamaan dengan teknik HVO , yakni prosesnya bertujuan untuk menghilangkan senyawa kontaminan pada minyak nabati, terutama, unsur oksigen, agar produk greendisel hanya memiliki komposisi senyawa hidrokarbon. 

Perbedaan mendasar kedua teknik ini adalah teknik TDO hanya mengandalkan pemanasan pada proses reaksinya dan tidak menggunakan sama sekali gas hidrogen, katalis serta beroperasi pada tekanan atmosfir. Teknik ini menjadi solusi menarik dalam menyiasati kendala pembuatan greendiesel,  mengingat kesederhanaan proses dan alat yang dipakai. Selain itu metoda ini , memungkikan merekayasa  greendiesel dengan  kapasitas  kecil di daerah terpencil. Suatu hal yang sulit terealisasi pada kilang pembuatan greendisel HVO .


Pembuatan greendiesel dari minyak nabati dengan teknik TDO dapat dilakukan secara sederhana, karena cara ini tidak membutuhkan alat bertekanan dan gas hydrogen. Kondisi suhu optimal proses ini ada di antara 375 – 380oC. Bila dilakukan secara kontinyu, teknik ini dapat menghasilkan greendiesel dari bahan baku minyak sawit, sebanyak 73% wt,. Hasil sampingnya berupa air 4.6%, gas karbondioksida + karbonmonoksida sekitar 10%, sisa residu 10-15%. Dan residunya, masih memiliki nilai kalor lebih tinggi dibandingkan biodiesel. 


Artinya masih bisa dikembangkan menjadi bahan bakar lebih bermanfaat. Durasi pemanasan, Teknik TDO, berkisar 200-250 menit. Dibandingkan pembuatan greendiesel D100, yang hanya membutuhkan waktu antara 45-90 menit, waktu prosesnya memang relatif lama. Hal ini, dapat dipahami, karena pada pembuatan greendiesel D100, digunakan gas hydrogen, katalis serta tekanan tinggi, yang memungkinkan proses reaksi berlangsung lebih cepat. Sementara Teknik TDO sama sekali tanpa menggunakan bahan apapun pada prosesnya. Namun di sisi lain, teknik ini memiliki kelebihan. Misalnya, tidak membutuhkan bahan baku lainnya, seperti katalis yang berpotensi menjadi limbah.

Analisis Sifat karakteristik dan Mutu Produk Greendiesel TDO

Sifat fisik dan mutu produk greendiesel tanpa hydrogen (TDO), mirip dengan produk greendiesel D100, atau bahan bakar di pasaran seperti Solar B0 Cetane Number 51 dan CN 48. Ada 3 aspek utama sifat karakteristik produk bahan bakar minyak yang perlu diperhatikan, bila dikaitkan fungsinya sebagai bahan bakar mesin kendaraan, yakni: aspek sifat fisik yang terkait dengan kinerja mesin, keselamatan/keamanan, kebersihan /emisi gas buang. Aspek sifat fisik untuk kinerja mencakup pengujian angka Setana, viskositas, distilasi, dan lubricity. 

Produk greendiesel TDO memiliki standar mutu relatif baik.dan memenuhi standar mutu, BBM Solar CN 51 –angka Setana 51- dan Solar Standar Euro 4. Solar CN 51 merupakan jenis BBM Solar kualitas tertinggi di Indonesia. Untuk sifat fisik Lubricity, produk ini lebih baik dibandingkan Solar (B0) CN 48 bahkan produk Greendiesel D100. Lubricity adalah indikator kemampuan sifat fisik Solar dalam melindungi komponen mesin terhadap gesekan bahan bakar. Biasanya hal ini terkait dengan sistem kerja injektor mesin diesel. Semakin rendah Nilai lubricity, semakin baik kemampuan bahan bakar dalam melindugi komponen mesin. 

Catatan khusus sifat fisik produk greendiesel TDO, terdapat pada nilai angka asam dan angka iod yang masih tinggi. Nilai angka asam dan angka Iod produk bahan bakar mesti ditekan serendah mungkin.Karena parameter ini, indikator sifat stabilitas, dan sifat korosivitas suatu bahan bakar. Tetapi, yang menarik di sini adalah ternyata nilai angka asam dan Iod, tidak berefek negatif pada sifat fisik lainnya seperti nilai korosi lempeng tembaga, stabilitas oksidasi dan lubricity. Sifat fisik yang disebutkan ini, berkaitan erat dengan nilai angka asam dan Iod suatu bahan bakar. Dari hasil pengujian, terlihat bahwa semua sifat fisik tersebut di atas, nyatanya, masih memenuhi standar mutu bahan bakar solar Euro 4. Bahkan nilai Lubricity produk ini lebih baik dari produk Greendiesel D100. 

Berbicara potensi suatu produk bahan bakar minyak, tentu belum lengkap tanpa bicara aspek nilai kalor bahan bakar itu sendiri. Nilai kalor dapat merepresentasikan secara mudah, terkait seberapa efektif dan efisien suatu bahan bakar bila digunakan sebagai sumber energi transportasi. Semakin besar nilai kalor, semakin efektif dan efisien bahan bakar tersebut dapat dikonversi menjadi sumber energi. Namun hal ini juga tergantung dari wujud bahan bakar tersebut. Produk bahan bakar berwujud cairan, masih merupakan favorit, karena relatif memiliki kemudahan pada penanganan, transportasi dan penyimpanan.

Tabel : Perbandingan Nilai Kalor Greendiesel TDO, Greendiesel HVO/D100, Biodiesel (B100), solar B0, Biosolar B30.B40 dan B50.

Dari tabel terlihat bahwa produk cair greendiesel TDO memiliki nilai kalor sedikit di bawah nilai kalor bahan bakar Solar dari minyak bumi ataupun produk greendiesel D100 dan setara kandungan nilai kalor biosolar B30. Artinya produk ini memiliki nilai kalor setara B30 tanpa harus mencampur dengan Solar minyak bumi dan mutunya dapat ditingkatkan setara dengan Solar standar Euro 4.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Seiring dengan waktu, produksi minyak fosil di Indonesia terus menurun, sementara permintaan akan pasokan minyak untuk konsumsi dalam negeri cenderung meningkat. Oleh sebab itu upaya mendongkrak target 1 juta barel minyak harus layak  dicarikan solusi agar dapat terealisasi.

Disisi lain, ditengah menurunnya cadangan dan produksi minyak fosil, Indonesia dikaruniai komoditas  minyak sawit melimpah, terlebih lagi saat ini ada  larangan ekspor komoditas tersebut ke negara Eropa. Pengembangan produk biodiesel dari minyak sawit,  memiliki keterbatasan, terkait dengan sifat fisik biodesel tersebut. Sementara itu, pembuatan  Greendiesel dengan teknik Hydotreated Vegetable Oil (HVO), memerlukan investasi besar, karena  diproduksi pada kapasitas besar untuk menggapai keekonomiannya. Pengembangan produk greendiesel dari minyak sawit dengan Teknik Thermal Deoxygenation (TDO), menjadi opsi menarik, sebagai solusi pemanfaatan minyak sawit lebih optimal. Produk greendisel TDO, yang merupakan senyawa hidrokarbon mirip bahan bakar solar,  dapat diproduksi pada skala  kecil, karena proses dan bahan yang digunakan, tidak sekompleks Teknik HVO. Produk greendiesel TDO,  memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai produk bahan bakar campuran solar atau bahkan digunakan secara murni tanpa campuran bahan bakar apapun -sesuai  standar  mutu bahan bakar minyak nasional maupun internasional.

Muhammad Fuad

Bekerja Sebagai ASN di KP3 Teknologi Proses,

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi , Lemigas, Balitbang ESDM, Kementerian ESDM, Jakarta.

Sorry, no posts matched your criteria.